Terlintas sebuah Tanya dalam benak kita, kenapa tidak terulang/terlahir generasi seperti generasi sahabat yang pertama? Kenapa mereka menjadi generasi istimewa dibandingkan dengan generasi sesudahnya? Apakah Al Qur’an yang turun selama 23 Tahun pada saat itu berbeda dengan Al Qur’an yang sekarang ada dihadapan kita? Apakah karena keberadaan Rosululloh yang saat itu masih hidup menjadi sebab lahirnya generasi terbaik?
Tentu Al Qur’an yang ada dimasa sahabat dan yang sekarang adlah Al Qur’an yang sama, sebab Alloh sudah berjanji akan menjaganya hingga hari kiamat. Adapun keberadaan Rosululloh yang masih hidup memang betul memiliki pengaruh tersendiri dalam kehidupan mereka. Namun perlu kita fahami bahwa apa yang mereka ikuti dari Rosulululloh SAW baik perupa perkataan, perbuatan dan taqrir adlah sunnah yang sama yang sekarang ada di sekitar kita yang terjaga dari dahulu hingga sekarang. Maka bukan soal sosok yang mempengaruhi kehidupan mereka tetapi ketaatan terhadap Rosululloh SAW dalam berbagai bentuknya Perkataan, perbuatan dan taqrirnya, serta antusiasme yang menyala dalam itiba’ terhadap sunnah Beliau. Yang semua itu sudah terekam melalui catatan sejarah dan tersusun rapi dalam bentuk kitab-kitab yang mudah untuk kita fahami dan amalkan hari ini.
Maka sebenarnya ada beberapa factor kenapa mereka menjadi generasi terbaik bahkan sebagian diantaranya langsung mendapat jaminan masuk surga. Berikut ini ulasannya secara ringkas :
Pertama : Dahulu sumber yang menjadi rujukan utama mereka adalah Al Qur’an. maka sekiranya penjelasan akan akhlak Rosululloh adalah Al Qur’an cukup menjadi bukti betapa Al Qur’an benar-benar memiliki pengaruh yang mengakar dalam kehidupan mereka.
عندما سئلت عائشة رضى الله عنها عن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم قالت " كان خلقه القرآن "
Ketika Aisyah ditanya tentang akhlak Rosululloh beliau menjawab : Akhlah Beliau adalah Al Qur’an.
Walaupun saat itu sebenarnya sudah banyak muncul literature dan peradaban selain Al Qur’an, seperti Peradaban Romawi dan Persia, serta berbagai perkembangan saintis lainnya. Namun mereka tidak mudah terpengaruh dengan peradaban yang ada. jikapun mereka mengambil peradaban itu maka tidak lain semata-mata untuk menopang kemudahan dalam syiar islam dan jihad. Dan hari ini kita tidak menemukan generasi seperti mereka yang menjadikan Al Qur’an sebagi sumber utama dalam berfikir dan membangun peradaban.
Dahulu Al qur’an betul-betul dijadikan penggerak dan kompas dalam kehidupan, membimbing dan memenej pola pikirnya. Bahkan NAbi SAW marah tatkala melihat salah seorang shabat memegang kitab selain AL Qur’an.
عن جابر بن عبد الله عن النبي صلى الله عليه وسلم أن عمر أتاه فقال " إنا نسمع أحاديث من اليهود تعجبنا أفترى أن نكتب بعضها ؟ فقال : أمتهوكون أنتم كما تهوكت اليهود والنصارى ؟ لقد جئتكم بها بيضاء نقية ولو كان موسى حياً ما وسعه إلا اتباعي "
Dari Jabir bin Abdulloh bahwa Umar datang kepada Rosululloh SAW seraya berkata: "Sesungguhnya kami mendengar beberapa ucapan orang Yahudi yang kami kagum padanya, apakah menurutmu boleh kami mencatat sebagiannya?" "Apakah engkau bingung seperti bingungnya Yahudi dan Nashara? Sungguh aku telah membawa kepada kalian syariat yang putih dan bersih, kalau seandainya Musa 'Alaihis salam hidup sekarang ini, maka tidak diperkenan baginya melainkan dia harus mengikuti Aku."
[HR Al-Baghawi, dihasankan Al-Albani dalam Misykatul mashabiih: 177]
Maka ini sebuah bukti akan perhatian Rosululloh agar Al Qur’an menjadi satu-satunya Sumber Pengetahuan dimasa generasi pertama. Beliau ingin agar para sahabat tumbuh menjadi manusia hati, fikiran dan persepsinya bersih dari berbagai pengaruh selain Al Qur’an. dan inilah yang membedakan antara generasi sahabat dan ummat islam saat ini. Hari ini orang berlomba-lomba dengan dalih memperluas wawasan mengkaji, mendalami berbagai disiplin ilmu. Namun tidak pernah menjadikan Al Qur’an sebagia bahan kajian dan pemahamannya, jikapun berinteraksi dengan Al Qur’an sekedar dijadikan bacaan biasa, tanpa difahami dan dikaji. Dahulu tatkala mereka mendengar seruan dari Al Qur’an : Wahai orang-orang yang beriman… mereka terdiam memperhatikan. Maka nyatalah bahwa Al Qur’an menjadi penggerak dalam kehidupan mereka.
Kedua : Dahulu apabila ada seseorang yang masuk islam maka akan menanggalkan segala keburukan masa lalunya. Sehingga islam benar-benar menjadi lembaran baru dalam hidupnya. Ideologi dan keyakinan yang pernah mereka Imani akan diingkari dan dibuang sejauh-jauhnya. Menyesal dan taubat nasuha dan I’tikadnya untuk tidak mau kembali kepada kegelapan jahiliyah. Maka inilah magnet yang akan menarik datangnya hidayah dan bimbingan Alloh SWT. Sehingga hati dan fikirannya akan terbuka untuk menerima ajaran Islam sepenuhnya.
Perasaan Inilah yang semestinya kita tumbuhkan dalam jiwa kita hari ini, bahwa kehidupan tanpa naungan AL Qur’an adalah sebuah kesesatan yang harus disesali. Sebagian sahabat ketika ingin memeluk islam meminta kepada nabi sebuah syarat agar semua dosanya diampuni karena mereka benar-benar ingin terbebas dari kenangan dosa masa lalunya.
Ketiga : diantara factor esensial lahirnya generasi qur’aniy di masa sahabat adalah kesigapannya terhadap perintah dan larangan Alloh dan Rosul-Nya (sur’atul istijabah). Hal ini tergambar begitu kasat tatkala turun ayat larangan khomr (arak) Alloh berfirman :
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Maidah : 90)
Anas bin malik menceritakan bahwa kesigapan para sahabat terhadap perintah Alloh dan Rosul-Nya tanpa jeda dan tunda. Bahkan menjadi karakter mereka adalah ambisinya yang begitu besar terhadap keutamaan dengan berlomba-lomba dalam ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya.
Contoh lain dari besarnya ambisi para sahabat terhadap kebaikan adalah ketika turun ayat sedekah dalam surat Ali Imron ayat 92. Dengan penuh suka rela sahabat Abu Thalhah menafkahkan kebun kurma kesayangannya untuk perjuangan islam.
" كنت ساقي القوم في منزل أبي طلحة ، وكان خمرهم يومئذ الفضيخ فأمر رسول الله صلى الله عليه وسلم منادياً ينادي : ألا إن الخمر قد حرمت ، قال : فقال لي أبو طلحة : اخرج فأهرقها فخرجت فهرقتها "
Contoh lain dari besarnya ambisi para sahabat terhadap kebaikan adalah ketika turun ayat sedekah dalam surat Ali Imron ayat 92. Dengan penuh suka rela sahabat Abu Thalhah menafkahkan kebun kurma kesayangannya untuk perjuangan islam.
Inilah gambaran kesigapan para sahabat dalam ketaatan, dan inilah yang mesti kita realisasikan dalam kehidupan, akhlak, ibadah dan mu’amalah hari ini. Ketaatan yang tumbuh dari sebuah kesadaran akan lemahnya diri...
Bersambung Insya Alloh...
Bersambung Insya Alloh...
Belum ada tanggapan untuk "Meretas Generasi Qur’ani"
Posting Komentar